Selamat datang di blog kami

Mari kita saling menyapa,bersilaturahmi antara kita semua, semoga dengan bertambahnya silaturahmi kita,maka Allah swt semakin ridho amin, Apabila adaa yang bermanfaat di blog ini, itu semata-mata datang dari Allah Swt, tapi bila ada yang tidak berkenan, itu semua semata-mata kekurangan saya, sebagian yang saya tampilkan bukan karya saya, tapi dapat nyunting dari web tetangga, semoga ybs ridho dan Allah swt memberikan pahala kepadanya amin

Senin, 06 Februari 2012

Catatan yang tercecer dari Tambakbaya


Dari Tambak Baya Ke Bogor
 Kondisi Tambak baya         
Tambak Baya adalah salah satu kampung pinggiran di kecamatan leles – kab Garut, udaranya yang dingin terasa  menusuk  sampai ke sumsum, pagi itu seorang bocah sedang  melamun dipunggung kerbaunya  dibalut kain sarung lusuh sambil sesekali mengeluarkan suara dari  mulutnya,  sebagai tanda agar kerbau yang ditungganginya melaju ..husss…hussss……husssss  kerbaupun lari  bersamaan  hilangnya suara bocah ditelan hutan dan dinginnya pagi, suasana ini merupakan keseharian anak kampung di tambakbaya yang jauh dari keramaian.

 Bapak Ku Keluarga Miskin
Aku sebut saja begitu namanya, dia anak kedua dari tiga bersaudara, dia anak laki-laki  satu-satunya,  kakaknya perempuan dan adiknya juga perempuan, Aku usianya  16 bulan  atau satu tahun empat bulan  yang bontot  baru berusia empat bulan dan si sulung kakaknya  usia tiga tahun,Bapak Ku seorang  pedagang  sayur sambil nyambi kuli pikul  siapa saja yang berbelas kasihan padanya memberi upah sekedar untuk  memberi makan ke tiga anaknya, saat itu  kira-kira tahun 1955 gerombolan DI/ TII sedang merajalela  dijawa barat, satu kampung tambak baya  tanpa kecuali harus mengakui bahwa  presiden Indonesia adalah  Imam Kartosuwiryo, sedangkan salah satu panglima perangnya adalah Ateng Jaelani.

Bapak Ku pada hari itu berjalan sendirian baru pulang dari Bandung  habis jualan sayur, tiba-tiba  dia ditangkap oleh komplotan DI / TII  anak buahnya Karto Suwiryo, dengan tuduhan bahwa dia sebagai mata-mata  tentara republik, berbagai siksaan  dari mulai ringan sampai  keras  dan sepatu botpun sering mendarat pada punggung dan kepalanya,………kamu mata-mata yah….ngaku saja … sambil plak – plak  kepalan tangannya   mendarat di dahi Bapak Ku,……ampun  den …. Emang  bukan mata-mata, jangankan jadi mata-mata  tentara  republik, kenal saja tidak, lagian mana mau pake emang ..kan emang  buta hurup … tidak bisa   baca tulis dennnn…. Demikian Bapak Ku  memelas melas sambil merintih menahan rasa sakit akibat kena tendangan dan tamparan,……. Bohong kamu  bisa saja kamu pura pura  yah nanti  ngelapor ke tentara, dengan   segala cara  pemeriksaan  dan penyekapan Bapak Ku  tidak mau ngakui  karena apa yang harus diakui karena tidak merasa jadi mata- mata tentara Republik…….Bapak Ku akhirnya  dibebaskan  setelah  empat belas hari di sekap.
 Bapak Ku Merantau Ke Bandung
Badan lunglai dan lemas  Bapak Ku  jatuh sakit, tapi walaupun sakit  Bapak Ku tidak dapat istirahat  lama-lama karena  punya anak istri yang harus   di beri makan, akhirnya  Bapak Ku memutuskan akan  usaha  ke Bandung barang kali  di Bandung  masih ada yang percaya untuk ngutangin  sebagai modal jualan sayur, …. Bapak Ku pamit ke istrinya …… akan  cari nafkah ke kota …… pagi-pagi sekali  Bapak Ku sudah jalan  dari tambak baya  ke Leles lewat ranca salak sepanjang  tiga puluh kilo meter, sampai di  jalan asphal  Ranca Salak  numpang truck  yang lewat agar tidak usah mengeluarkan uang,  Hari  sudah panas kira pukul 14.00 wib Bapak Ku sampai di terminal Tegallega  – langsung jalan menuju  pemondokan teman-temannya di daerah  kebon lega leuwipanjang, setelah  sampai di rumah sewaannya bersama saudara-saudara  Bapak Ku yang telah lebih dulu ngembara di sana, se hari – dua hari  kehidupan berjalan lancar, namun   pada hari ketiga Bapak Ku  di panggil ke pos Keamanan dan disana  di interogasi, karena Bapak Ku  buta hurup dan ngomongpun tidak lancar akhirnya  digiringlah Bapak Ku ke kantor  keamanan setempat  dengan tuduhan  bahwa Bapak Ku sebagai  mata-mata   DI / TII, tak ubahnya  seperti perlakuan  gerombolan DI / TII yang menuduh Bapak Ku  sebagai mata-mata  Tentara Republik, pada kali inipun   sama  yang dialami olehnya, Bapak Ku dengan segala  penderitaan dan siksaan yang diterima  setelah dua minggu mendekam di tahanan tentara republik maka keluarlah dia dibebaskan segala tuduhannya tidak terbukti, namun  bogem mentah, tamparan dan tendangan  sudah terlanjur mendarat di muka dan pelipisnya.

Hari demi hari Bapak Ku lalui dengan segala kepedihan dan penderitaan, namun  dengan hanya merenungi nasib dan kepedihan saja  tidak akan menyelesaikan masalah, anak dan istrinya  tetap harus  di beri makan, demikian pikir Bapak Ku,.
Bapak Ku  mencari pinjaman dari  saudara-saudaranya  yang telah  lebih dulu  hidup  di daerah bandung, maka terkumpulah   untuk sekedar modal usaha, Bapak Ku  jualan sayur  pikulan  keluar masuk kampung dan gang, bahkan sampai ke daerah-daerah yang jarak  sampai  30 km dari tempat  pondokannya.
 Kehidupan Baru Keluarga Bapak Ku
Waktu itu kira-kira tahun 1956 Bapak Ku telah   mengumpulkan  anak dan istrinya di  pondokannya yang di sewa dari orang lain, Bapak Ku sudah mulai hidup ter atur  sebagaimana layaknya  kehidupan  orang kecil, anak  pertamanya  Rosi  ber umur  4 tahun, yang kedua anak laki  Aku umur  baru 2 tahun jalan , sedangkan  anak terkecil  Misah   masih bayi dalam gendongan,  luka kepedihan yang sering  di kejar DI/TII ataupun  ditangkap tentara  sudah hampir dilupakannya, sedikit demi sedikit  sudah hampir terlupa walaupun trauma  panjang bila melihat tentara tetap masih membekas.

Disuatu  sore  yang mendung  dan gelap hujan rintit-rintik  membasahi pondokannya yang kumuh itu, Bapak Ku  termenung sendiri menerawang  jauh kedepan serta mengingat-ngingat  kejadian yang lalu , dia berpikir, kenapa hidup ini  menderita terus, apa  ada yang salah atau  ada yang tidak cocok  dengan dirinya  atau  karena dirinya  buta hurup tidak baca tulis, kenapa  hidup ini gagal terus, usaha  jualan sayur berangkat pagi  pulang  malam  tapi hasilnya  begini-begini saja, terkadang rugi, namun  selaku hamba Allah Swt yang tawaqal dan  percaya kepada qodlo dan qodar , Bapak Ku tetap tabah sambil ber usaha, agar  hidup ini  semakin hari semakin baik,  bahkan Bapak Ku sempat  terpikir untuk  “Milih-milih rabi mindah-mindah rasa”  arti  hidup ini  mungkin harus  ganti pasangan  sebagai kias  agar  repoknya cocok, demikian yang terlintas  di benak Bapak Ku.
 Bapak Ku ketemu  Ema Ecin
Saat itu  tahun 1956  seperti biasa Bapak Ku  keliling kampung  jualan sayur dan sampailah Bapak Ku  ke daerah  Majalaya kampung Bale Kambang, daerah tersebut kira-kira 30 Km  dari Bandung ke arah selatan, Bapak Ku  seperti biasa  mampir kelangganan sayurnya  untuk ngisi  dagangan di warung nya, mungkin karena terlalu sering ketemu  dengan  anaknya siempunya warung  atau memang sudah jodoh, ternyata beberapa bulan kemudian Bapak Ku  menikahi  anaknya tukang warung langganannya tersebut  dia  janda  tanpa anak, usianya terpaut hanya beberapa tahun saja  namanya   Ecin,  pada saat  perkawinan  baru berjalan seminggu  anak kedua Aku  yang pada saat itu  baru berusia 1 tahun 4 bulan  dibawanya, kemudian menyusul Rosi ikut menyusul pula.
 Kehidupan Baru Bapak Ku di Majalaya
Hari-hari berjalan  begitu cepat dan mengalir  Bapak Ku sudah jarang pulang ke istri pertamanya, namun  saat  sehari dua hari kemudian sudah berjalan ber-bulan-bulan  Bapak Ku menetap di kampung bale kambang Majalaya, tinggal di rumah mertuanya, mertuanya sendiri  Nek Rasi pada saat itu usianya kira-kira 75 th, tinggal di rumah panggung dengan gedek atau bilik, tanahnya  14 tumbak  pinggir jalan, sehingga nek rasi memungkinkan untuk jualan keperluan sehari-hari,  pekerjaan  Bapak Ku  sendiri sehari-hari  seperti  biasa jualan sayur, kalau   maghrib  jalan belanja  ke pasar babatan Bandung  yang jaraknya kira-kira  30 kilo meteran dari Balekambang, pagi  sudah sampai ke Majalaya- kemudian   Bapak Ku  keliling kampung  jualan sayur di pikulan, demikian dari hari ke hari kehidupan Bapak Ku, bila  mau sekali kali dia nyambi  jualan sate  di tempat pertandingan bola, kalau demikian biasanya Rosi anaknya suka dibawa  karena  di suruh Bantu-bantu cuci piring.

Disuatu siang  di Bale Kambang  Bapak Ku sedang   bercengkraman dengan istrinya dan anaknya Aku dan Rosi, tiba-tiba  datang  tamu  sebagai keponakan nenek rasi dari Jakarta namanya  Yusup Taujiri, datang lang sung  akan menjual rumahnya  untuk  dibuatkan rumah kontrakan di Sukamanah – masih   di  Majalaya, jaraknya kira-kira 10 km dari bale kambang ke arah timur, saat itu kira-kira  tahun  1957 Mang  Karta dan istrinya  ikut  pindah  ke Sukamanah nempati rumah petak yang disediakan oleh keponakan nek Rasi, tinggal dirumah petak  tidak lama sudah harus pindah lagi ke sukamanah – dekat ke cigolontor, di sini Bapak Ku dan istrinya  menempati rumah  nek rasi yang di ganti oleh  keponakannya Yusup Taujiri dan neng uwang.
 Ibunya  anak-anak Bapak Ku …Junasih meninggal Dunia
Hari berganti hari  tahun berganti tahun kirakira saat itu tahun 1960, istri pertama Bapak Ku yang sudah lama dicerai  dikabarkan meninggal dunia, maka jadilah anak-anaknya  yatim dan satu lagi  anak yang paling kecil Misah harus dibawa karena ibunya sudah tiada, Bapak Ku pada saat itu  sudah mulai berdagang mih di pinggir jalan selain jualan  sayuran dari rumah kerumah, hari berbilang hari bulan berbilang bulan, sampailah Bapak Ku dan Bi Ecin  menempati  rumah sewaan dari gedek atau bilik dipinggir jalan di Sukamanah, Mereka  jualan nasi lotek dan mih, sekarang Bapak Ku  sudah jarang lagi jualan sayur kecuali memang  jualan mih dan makanan lagi sepi.

Sekarang Aku kecil sudah mulai sekolah Rosi  anak Bapak Ku yang sulung juga sudah mulai  masuk Sekolah, dari sejak kecil Aku sudah di ajarkan puasa senin kemis, walaupun sampai pukul 12 siang, setelah besar baru puasa normal sampai  maghrib,
 Bapak Ku Meninggal Dunia
waktu itu  tahun 1966  bertepatan dengan  meletusnya G 30 S PKI,  Bapak Ku jatuh sakit  cukup parah  dan  pada tahun  1966 itu bulannya  Silih mulud tanggal 10, hari Kamis sore Pk 15.10   WIB   Bapak Ku  dipanggil  sang pencipta,  sekarang  lengkaplah  anak-anak Bapak Ku, Rosi 14 th, Aku 12 th dan missa   10 th  menjadi anak-anak  yatim piatu, dari ketiga anak Bapak Ku  yang sekolah  hanya Aku saja anak lelaki satu-satunya  yang lainnya  hanya Rosi sampai  kelas  2 SR misa tidak sekolah sama sekali.

Tahun  1967  Aku  selesai   sekolah SD  Rosi jadi pembantu  rumah tangga di keluarga H Usman,   Misa tinggalbersama ma Ecin jualan  dipinggir jalan, namun perjalanan  Misa tidak begitu  mulus  sama dengan  Rosi  mangkanya di ambil oleh keluarga orang juga, karena mereka sering di aniaya, sehingga suatu  waktu  Misa pernah minggat  dari rumah karena sudah tidak tahan sering di pukul dan dimarahi oleh Ma Ecin, pada saat itu misa ketemu  di keluarga camat batu Jajar  sebagai kakaknya Kang jeje yang merasa  iba melihat  anak ini sering dianiaya membawanya ke adiknya  yang jadi Camat batu Jajar tersebut.
 Kehidupan  Aku dan saudara ku  sebagai anak yatim piatu
Kehidupan Aku kecil  jadi minder, karena  sering dimarahi didepan orang maklum  kehidupan diwarung kecil pinggir jalan sehingga apapun yang di ucapkan apalagi keras suaranya  bila memarahi maka Aku sering merenung sendiri  rasanya ingin merubah nasib ini, tapi walaupun bagaimana beratnya penderitaan Aku bila dibandingkan  dengan penderitaan kedua saudaranya tidak seberapa berat, namun walaupun bagaimana  sang ibu kawalon tetap sayang  pada Aku, sehingga  saking sayangnya pada tahun pertama ditinggal meninggal dunia oleh  Bapak Ku kehidupan keluarga ini agak  berat, sampai-sampai untuk makan sehari-hari saja  kesulitan,pernah  pada  saat itu  menjelang lebaran  ma Ecin merelakan  katel penggorengannya untuk dijual hanya ingin menyenangkan Aku  agar  bisa  beli  baju tetoron baru,  pada saat itu bila ada uang  untuk makan  beli kayu bakar beli beras dan beli ikan tongkol yang  diiris kecil-kecil, tapi itulah kondisi kehidupan Aku kecil dan keluarganya  yang baru ditinggal mati oleh ayahnya.
 Aku menginjak masa remaja
Tahun  1967  Aku masuk  Sekolah Teknik Negeri ( ST ) di  Jl Kondang, satu-satunya yang ada di   Majalaya, kira-kira jaraknya  5 km dari rumah tiap hari  jalan kaki, hari demi hari dilalui dengan  penuh  keprihatinan, bila pagi Aku bantuin  di warungnya ngiris sayuran untuk dijual dan melayani pembeli, cuci piring dan pekerjaan lain di warung kecil tersebut, kalau sudah siang baru berangkat sekolah, kebetulan masuknya sekolah pk.12..00 Wib setiap pagi pulang  pk 17 wib, bantuin lagi diwarung  hingga larut malam, begitu kehidupan Aku kecil dan keluarganya.

Suatu  waktu lebaran kedua  setelah ditinggal  oleh ayah, Aku  di beliin sendal dan kopiah hitam oleh kakaku rosi yang jadi pembantu rumah tangga di bandung, alangkah senangnya dia,  kemudian orang-orang pada memberi jakat fitrah kedia,  ada yang beras ada uang ada kain untuk bikin celana atau baju begitu setiaplebaran tiba  Aku alangkah senangnya  banyak uang dan beras serta kain yang dapat dikasih oleh orang-orang mampu  diantaranya H Toto, H  Toha,  H Usman dan  Kang Encep Suparman  dan  banyak lagi yang pernah memberi sodaqoh. Kepadanya……. Terpujilah dia yang telah  menyenangkan hati anak-anak yatim, semoga Alah swt membalasnya  dengan kebaikan yang berlipat ganda………..amin ya Allah Ya robbal alamin.
 Aku Belajar bekerja
Suatu ketika  dihari  yang baik,  datang  seorang tetangga namanya  Kang Encep Suparman, waktu itu  ma ecin sedang di warung  Aku sedang tiduran di bale atau dipan kayu, waktu kira-kira menujukan pukul.20.wib malam, beliau cerita tentang  hidup dan pekerjaan,  sebagai seseorang yang diberikan kelebihan  rizqi beliau menawarkan  pekerjaan  yang dipandang dapat  membantu  membiayai sekolah Aku, pekerjaan yang ditawarkan memindahkan benang dari gulungan ( krisbul )  menjadi  rollan yang dapat dicelup, nama baku pekerjaan itu ngerelkeun, waktu bekerja dapat diatur  sehingga sekolah tidak terganggu.
Hari berganti hari minggu bergantiminggu Aku kecil ikut bekerja, kira-kira setelah satu bulan maka kebelilah spedah  untuk sekolah, sehingga  sekarang Aku sekolah dengan naik spedah setiap hari sejauh 5 km, yang sebelumnya cukup berjalan kaki saja.
 Aku mulai jadi pemuda
Tahun 1973 Aku lulus dari Sekolah Teknik Negeri Majalaya, kemudian  dia pernah mencoba daftar di STM 5 Ciliwung bandung, namun dirasakan  biayanya terlalu besar,maka  daftarlah di STM swasta di majalaya namanya STM  66 karena didirikan oleh yayasan 66, letaknya di depan terminal cukupkumuh, apalagi  ruangan kelasnya, jauh dari sederhanan, gurunyapun semua cabutan dan gedungnya bekas markas KAPI  yang direbut dari rumah cina  pada tahun 66.
 Kehidupan sekolah Aku jauh dari memadai, maklum  hidup paspasan, kalau  pagi berangkat sekolah, siang nungguin warungnya, sehingga Aku sudah terbiasa  ngiris sayur dan bungkus nasi ( mincuk nasi dan sayur ), namun ada yang  mengganggu dengan kehidupan kecil dan masa remajanya, ternyata Aku tumbuh menjadi pemuda yang minder, pemalu tidak percaya diri, namun setiap ada kemauan  cukup kuat.
 Kehidupan Malam  Aku
Sukamanah  merupakan sebuah kampung  industri  banyak orang kaya, namun masih banyak juga orang-orang miskin, Dalam kehidupan sehari-hari Aku  selalu main   kelompok miskin yaitu para pedagang minyak kelapa yang suka keliling kampung menjajakan dagangannya, setiap malam  bila senggang main gapleh tidak pernah ketinggalan, disitu  tinggal  Mang Oha ( alm ) kang ii, mang Empud tukang solder dan kang Momon, yang terakhir  yaitu kang momon  akhirnya menjadi kakak ipar karena nikah dengan  dengan kakaknya rosi, dalam pergaulan sehari aku senantiasa diharudum sarung ( menggunakan kain sarung ditutupkan kebadan ), dan itulah rata-rata penampilan pemuda Majalaya di waktu malam.
 Masa menganggur yang sangat membosankan.
Selepas tamat STM pada tahun 1973, aku sudah coba ngelamar kemana-mana bila ada uang hanya untuk beli perangko untuk  kirim lamaran kerja lewat Pos, kala itu internet belum ada, pernah suatu waktu aku jalan dari menulusuri kantor-kantor di Bandung, diantaranya yang pernah ku masuki  PJKA ( PT KAI ), PT Propelad,DLLAJR di jl Sukabumi No 1, aku berharap masuk ke perusahaan yang dapat menjamin masa depanku  dengan baik, itulah harapanku, bila siang aku puasa dan bila datang malam aku bangun malam memohon kemurahan Allah swt, agar dapat merubah nasibku, sehingga jatuh ke sebuah tekad dalam hati, aku tidak akan berhenti mengaji yasin setiap malam sampai Allah swt mengabulkan permohonanku untuk mendapat pekerjaan yang layak.
Pada masa-masa ini jiwaku labil terkadang timbul pikiran yang bukan-bukan, seakan-akan hanya aku orang yang paling menderita, subhanallah………ampuni dosaku yaa Allah
 Kabar baik mulai nampak
Pada saat dalam masa penantian yang begitu panjang, bayangkan 1973 aku lepas STM  tahun 1976  September mulai  ada panggilan kerja dari Perumtel pada waktu namanya, tes pertama tidak lulus test kedua baru lulus dan pada saat itu konon katanya 1500 orang yang di ambil hanya 52 orang itupun hanya untuk tenaga Juru Teknik dengan golongan 1C1 pangkatnya JRTK aku di didik di Pusdiklat gegerkalong selama enam bulan dengan pembinaan mental di Pusdikhub AD  Cimahi selama 1 bulan, kira-kira 1 Juni 1977  aku dan kawan-kawan di tempatkan di Jakarta Raya  sebanyak 52 orang, aku sendiri pada saat itu dapat tugas di Sentral Telepon Otomat ( STO ) Jakarta Kota 1  Jl Roa Malaka No 1  Jakarta Kota, di belakangnya kantor jl Telepon, Jl Pasar Pagi Jl Jelakeng, gg Burung Gg Mocui Gang Chaiho…dll itulah sebagai kenang-kenangan mulai bekerja di Kota Tua Jakarta kemudian aku dan kawan-kawan ( Pepen,Junaedi,Aceng kurniadi dan aku sendiri ) kost  di kakaknya Aceng di Mangga Dua Selatan perumahan PJKA no 4, rumahnya Pak Wiyono dan Ceu Cicih sebagai istrinya sekali gus sebagai kakaknya Aceng Kurniadi yang orang Bandung, sunda Tulen tapi mereka sesaudara semua penganut Nasrani gereja Kerasulan Baru,  kos di sana kira-kira tahun 1978 aku pindah kost di Tnjung Priok Jl Donggala Jakara Utara, .......bersambung

4 komentar: