Dari Tambak Baya Ke Bogor
Tambak Baya adalah salah satu
kampung pinggiran di kecamatan leles – kab Garut, udaranya yang dingin
terasa menusuk sampai ke sumsum, pagi itu seorang bocah
sedang melamun dipunggung kerbaunya dibalut kain sarung lusuh sambil sesekali
mengeluarkan suara dari mulutnya, sebagai tanda agar kerbau yang ditungganginya
melaju ..husss…hussss……husssss kerbaupun
lari bersamaan hilangnya suara bocah ditelan hutan dan
dinginnya pagi, suasana ini merupakan keseharian anak kampung di tambakbaya
yang jauh dari keramaian.
Aku sebut saja
begitu namanya, dia anak kedua dari tiga bersaudara, dia anak laki-laki satu-satunya,
kakaknya perempuan dan adiknya juga perempuan, Aku usianya 16 bulan
atau satu tahun empat bulan yang
bontot baru berusia empat bulan dan si
sulung kakaknya usia tiga tahun,Bapak Ku
seorang pedagang sayur sambil nyambi kuli pikul siapa saja yang berbelas kasihan padanya
memberi upah sekedar untuk memberi makan
ke tiga anaknya, saat itu kira-kira
tahun 1955 gerombolan DI/ TII sedang merajalela
dijawa barat, satu kampung tambak baya
tanpa kecuali harus mengakui bahwa
presiden Indonesia adalah Imam
Kartosuwiryo, sedangkan salah satu panglima perangnya adalah Ateng Jaelani.
Bapak Ku pada
hari itu berjalan sendirian baru pulang dari Bandung habis jualan sayur, tiba-tiba dia ditangkap oleh komplotan DI / TII anak buahnya Karto Suwiryo, dengan tuduhan
bahwa dia sebagai mata-mata tentara republik,
berbagai siksaan dari mulai ringan
sampai keras dan sepatu botpun sering mendarat pada
punggung dan kepalanya,………kamu mata-mata yah….ngaku saja … sambil plak –
plak kepalan tangannya mendarat di dahi Bapak Ku,……ampun den …. Emang
bukan mata-mata, jangankan jadi mata-mata tentara
republik, kenal saja tidak, lagian mana mau pake emang ..kan emang buta hurup … tidak bisa baca tulis dennnn…. Demikian Bapak Ku memelas melas sambil merintih menahan rasa
sakit akibat kena tendangan dan tamparan,……. Bohong kamu bisa saja kamu pura pura yah nanti
ngelapor ke tentara, dengan
segala cara pemeriksaan dan penyekapan Bapak Ku tidak mau ngakui karena apa yang harus diakui karena tidak merasa
jadi mata- mata tentara Republik…….Bapak Ku akhirnya dibebaskan
setelah empat belas hari di
sekap.
Badan lunglai
dan lemas Bapak Ku jatuh sakit, tapi walaupun sakit Bapak Ku tidak dapat istirahat lama-lama karena punya anak istri yang harus di beri makan, akhirnya Bapak Ku memutuskan akan usaha
ke Bandung barang kali di
Bandung masih ada yang percaya untuk
ngutangin sebagai modal jualan sayur, ….
Bapak Ku pamit ke istrinya …… akan cari
nafkah ke kota …… pagi-pagi sekali Bapak
Ku sudah jalan dari tambak baya ke Leles lewat ranca salak sepanjang tiga puluh kilo meter, sampai di jalan asphal
Ranca Salak numpang truck yang lewat agar tidak usah mengeluarkan
uang, Hari sudah panas kira pukul 14.00 wib Bapak Ku
sampai di terminal Tegallega – langsung
jalan menuju pemondokan teman-temannya
di daerah kebon lega leuwipanjang,
setelah sampai di rumah sewaannya
bersama saudara-saudara Bapak Ku yang
telah lebih dulu ngembara di sana, se hari – dua hari kehidupan berjalan lancar, namun pada hari ketiga Bapak Ku di panggil ke pos Keamanan dan disana di interogasi, karena Bapak Ku buta hurup dan ngomongpun tidak lancar
akhirnya digiringlah Bapak Ku ke
kantor keamanan setempat dengan tuduhan bahwa Bapak Ku sebagai mata-mata
DI / TII, tak ubahnya seperti
perlakuan gerombolan DI / TII yang
menuduh Bapak Ku sebagai mata-mata Tentara Republik, pada kali inipun sama
yang dialami olehnya, Bapak Ku dengan segala penderitaan dan siksaan yang diterima setelah dua minggu mendekam di tahanan
tentara republik maka keluarlah dia dibebaskan segala tuduhannya tidak
terbukti, namun bogem mentah, tamparan
dan tendangan sudah terlanjur mendarat
di muka dan pelipisnya.
Hari demi hari
Bapak Ku lalui dengan segala kepedihan dan penderitaan, namun dengan hanya merenungi nasib dan kepedihan
saja tidak akan menyelesaikan masalah,
anak dan istrinya tetap harus di beri makan, demikian pikir Bapak Ku,.
Bapak Ku mencari pinjaman dari saudara-saudaranya yang telah
lebih dulu hidup di daerah bandung, maka terkumpulah untuk sekedar modal usaha, Bapak Ku jualan sayur
pikulan keluar masuk kampung dan
gang, bahkan sampai ke daerah-daerah yang jarak
sampai 30 km dari tempat pondokannya.
Waktu itu
kira-kira tahun 1956 Bapak Ku telah
mengumpulkan anak dan istrinya
di pondokannya yang di sewa dari orang
lain, Bapak Ku sudah mulai hidup ter atur
sebagaimana layaknya
kehidupan orang kecil, anak pertamanya
Rosi ber umur 4 tahun, yang kedua anak laki Aku umur
baru 2 tahun jalan , sedangkan
anak terkecil Misah masih bayi dalam gendongan, luka kepedihan yang sering di kejar DI/TII ataupun ditangkap tentara sudah hampir dilupakannya, sedikit demi
sedikit sudah hampir terlupa walaupun
trauma panjang bila melihat tentara
tetap masih membekas.
Disuatu sore
yang mendung dan gelap hujan
rintit-rintik membasahi pondokannya yang
kumuh itu, Bapak Ku termenung sendiri
menerawang jauh kedepan serta
mengingat-ngingat kejadian yang lalu ,
dia berpikir, kenapa hidup ini menderita
terus, apa ada yang salah atau ada yang tidak cocok dengan dirinya atau
karena dirinya buta hurup tidak
baca tulis, kenapa hidup ini gagal
terus, usaha jualan sayur berangkat
pagi pulang malam
tapi hasilnya begini-begini saja,
terkadang rugi, namun selaku hamba Allah
Swt yang tawaqal dan percaya kepada
qodlo dan qodar , Bapak Ku tetap tabah sambil ber usaha, agar hidup ini
semakin hari semakin baik, bahkan
Bapak Ku sempat terpikir untuk “Milih-milih rabi mindah-mindah rasa” arti hidup ini
mungkin harus ganti pasangan sebagai kias
agar repoknya cocok, demikian
yang terlintas di benak Bapak Ku.
Saat itu tahun 1956
seperti biasa Bapak Ku keliling
kampung jualan sayur dan sampailah Bapak
Ku ke daerah Majalaya kampung Bale Kambang, daerah
tersebut kira-kira 30 Km dari Bandung ke
arah selatan, Bapak Ku seperti biasa mampir kelangganan sayurnya untuk ngisi
dagangan di warung nya, mungkin karena terlalu sering ketemu dengan
anaknya siempunya warung atau
memang sudah jodoh, ternyata beberapa bulan kemudian Bapak Ku menikahi
anaknya tukang warung langganannya tersebut dia
janda tanpa anak, usianya terpaut
hanya beberapa tahun saja namanya Ecin,
pada saat perkawinan baru berjalan seminggu anak kedua Aku yang pada saat itu baru berusia 1 tahun 4 bulan dibawanya, kemudian menyusul Rosi ikut
menyusul pula.
Hari-hari
berjalan begitu cepat dan mengalir Bapak Ku sudah jarang pulang ke istri
pertamanya, namun saat sehari dua hari kemudian sudah berjalan
ber-bulan-bulan Bapak Ku menetap di
kampung bale kambang Majalaya, tinggal di rumah mertuanya, mertuanya
sendiri Nek Rasi pada saat itu usianya
kira-kira 75 th, tinggal di rumah panggung dengan gedek atau bilik,
tanahnya 14 tumbak pinggir jalan, sehingga nek rasi memungkinkan
untuk jualan keperluan sehari-hari,
pekerjaan Bapak Ku sendiri sehari-hari seperti
biasa jualan sayur, kalau
maghrib jalan belanja ke pasar babatan Bandung yang jaraknya kira-kira 30 kilo meteran dari Balekambang, pagi sudah sampai ke Majalaya- kemudian Bapak Ku
keliling kampung jualan sayur di
pikulan, demikian dari hari ke hari kehidupan Bapak Ku, bila mau sekali kali dia nyambi jualan sate
di tempat pertandingan bola, kalau demikian biasanya Rosi anaknya suka
dibawa karena di suruh Bantu-bantu cuci piring.
Disuatu
siang di Bale Kambang Bapak Ku sedang bercengkraman dengan istrinya dan anaknya
Aku dan Rosi, tiba-tiba datang tamu
sebagai keponakan nenek rasi dari Jakarta namanya Yusup Taujiri, datang lang sung akan menjual rumahnya untuk
dibuatkan rumah kontrakan di Sukamanah – masih di
Majalaya, jaraknya kira-kira 10 km dari bale kambang ke arah timur, saat
itu kira-kira tahun 1957 Mang
Karta dan istrinya ikut pindah
ke Sukamanah nempati rumah petak yang disediakan oleh keponakan nek
Rasi, tinggal dirumah petak tidak lama
sudah harus pindah lagi ke sukamanah – dekat ke cigolontor, di sini Bapak Ku
dan istrinya menempati rumah nek rasi yang di ganti oleh keponakannya Yusup Taujiri dan neng uwang.
Hari berganti
hari tahun berganti tahun kirakira saat
itu tahun 1960, istri pertama Bapak Ku yang sudah lama dicerai dikabarkan meninggal dunia, maka jadilah
anak-anaknya yatim dan satu lagi anak yang paling kecil Misah harus dibawa
karena ibunya sudah tiada, Bapak Ku pada saat itu sudah mulai berdagang mih di pinggir jalan
selain jualan sayuran dari rumah
kerumah, hari berbilang hari bulan berbilang bulan, sampailah Bapak Ku dan Bi
Ecin menempati rumah sewaan dari gedek atau bilik dipinggir
jalan di Sukamanah, Mereka jualan nasi
lotek dan mih, sekarang Bapak Ku sudah
jarang lagi jualan sayur kecuali memang
jualan mih dan makanan lagi sepi.
Sekarang Aku
kecil sudah mulai sekolah Rosi anak
Bapak Ku yang sulung juga sudah mulai
masuk Sekolah, dari sejak kecil Aku sudah di ajarkan puasa senin kemis,
walaupun sampai pukul 12 siang, setelah besar baru puasa normal sampai maghrib,
waktu itu tahun 1966
bertepatan dengan meletusnya G 30
S PKI, Bapak Ku jatuh sakit cukup parah
dan pada tahun 1966 itu bulannya Silih mulud tanggal 10, hari Kamis sore Pk
15.10 WIB Bapak Ku
dipanggil sang pencipta, sekarang
lengkaplah anak-anak Bapak Ku,
Rosi 14 th, Aku 12 th dan missa 10
th menjadi anak-anak yatim piatu, dari ketiga anak Bapak Ku yang sekolah
hanya Aku saja anak lelaki satu-satunya
yang lainnya hanya Rosi
sampai kelas 2 SR misa tidak sekolah sama sekali.
Tahun 1967
Aku selesai sekolah SD
Rosi jadi pembantu rumah tangga
di keluarga H Usman, Misa
tinggalbersama ma Ecin jualan dipinggir
jalan, namun perjalanan Misa tidak
begitu mulus sama dengan
Rosi mangkanya di ambil oleh keluarga
orang juga, karena mereka sering di aniaya, sehingga suatu waktu
Misa pernah minggat dari rumah
karena sudah tidak tahan sering di pukul dan dimarahi oleh Ma Ecin, pada saat
itu misa ketemu di keluarga camat batu
Jajar sebagai kakaknya Kang jeje yang
merasa iba melihat anak ini sering dianiaya membawanya ke
adiknya yang jadi Camat batu Jajar
tersebut.
Kehidupan Aku
kecil jadi minder, karena sering dimarahi didepan orang maklum kehidupan diwarung kecil pinggir jalan
sehingga apapun yang di ucapkan apalagi keras suaranya bila memarahi maka Aku sering merenung
sendiri rasanya ingin merubah nasib ini,
tapi walaupun bagaimana beratnya penderitaan Aku bila dibandingkan dengan penderitaan kedua saudaranya tidak
seberapa berat, namun walaupun bagaimana
sang ibu kawalon tetap sayang
pada Aku, sehingga saking
sayangnya pada tahun pertama ditinggal meninggal dunia oleh Bapak Ku kehidupan keluarga ini agak berat, sampai-sampai untuk makan sehari-hari
saja kesulitan,pernah pada
saat itu menjelang lebaran ma Ecin merelakan katel penggorengannya untuk dijual hanya
ingin menyenangkan Aku agar bisa
beli baju tetoron baru, pada saat itu bila ada uang untuk makan
beli kayu bakar beli beras dan beli ikan tongkol yang diiris kecil-kecil, tapi itulah kondisi
kehidupan Aku kecil dan keluarganya yang
baru ditinggal mati oleh ayahnya.
Tahun 1967
Aku masuk Sekolah Teknik Negeri (
ST ) di Jl Kondang, satu-satunya yang
ada di Majalaya, kira-kira
jaraknya 5 km dari rumah tiap hari jalan kaki, hari demi hari dilalui dengan penuh
keprihatinan, bila pagi Aku bantuin
di warungnya ngiris sayuran untuk dijual dan melayani pembeli, cuci
piring dan pekerjaan lain di warung kecil tersebut, kalau sudah siang baru
berangkat sekolah, kebetulan masuknya sekolah pk.12..00 Wib setiap pagi
pulang pk 17 wib, bantuin lagi
diwarung hingga larut malam, begitu
kehidupan Aku kecil dan keluarganya.
Suatu waktu lebaran kedua setelah ditinggal oleh ayah, Aku di beliin sendal dan kopiah hitam oleh kakaku
rosi yang jadi pembantu rumah tangga di bandung, alangkah senangnya dia, kemudian orang-orang pada memberi jakat
fitrah kedia, ada yang beras ada uang
ada kain untuk bikin celana atau baju begitu setiaplebaran tiba Aku alangkah senangnya banyak uang dan beras serta kain yang dapat
dikasih oleh orang-orang mampu
diantaranya H Toto, H Toha, H Usman dan
Kang Encep Suparman dan banyak lagi yang pernah memberi sodaqoh. Kepadanya…….
Terpujilah dia yang telah menyenangkan
hati anak-anak yatim, semoga Alah swt membalasnya dengan kebaikan yang berlipat ganda………..amin
ya Allah Ya robbal alamin.
Suatu
ketika dihari yang baik,
datang seorang tetangga namanya Kang Encep Suparman, waktu itu ma ecin sedang di warung Aku sedang tiduran di bale atau dipan kayu,
waktu kira-kira menujukan pukul.20.wib malam, beliau cerita tentang hidup dan pekerjaan, sebagai seseorang yang diberikan
kelebihan rizqi beliau menawarkan pekerjaan
yang dipandang dapat
membantu membiayai sekolah Aku,
pekerjaan yang ditawarkan memindahkan benang dari gulungan ( krisbul ) menjadi
rollan yang dapat dicelup, nama baku pekerjaan itu ngerelkeun, waktu
bekerja dapat diatur sehingga sekolah
tidak terganggu.
Hari berganti
hari minggu bergantiminggu Aku kecil ikut bekerja, kira-kira setelah satu bulan
maka kebelilah spedah untuk sekolah,
sehingga sekarang Aku sekolah dengan
naik spedah setiap hari sejauh 5 km, yang sebelumnya cukup berjalan kaki saja.
Tahun 1973 Aku lulus dari Sekolah
Teknik Negeri Majalaya, kemudian dia
pernah mencoba daftar di STM 5 Ciliwung bandung, namun dirasakan biayanya terlalu besar,maka daftarlah di STM swasta di majalaya namanya
STM 66 karena didirikan oleh yayasan 66,
letaknya di depan terminal cukupkumuh, apalagi
ruangan kelasnya, jauh dari sederhanan, gurunyapun semua cabutan dan
gedungnya bekas markas KAPI yang direbut
dari rumah cina pada tahun 66.
Sukamanah merupakan sebuah kampung industri
banyak orang kaya, namun masih banyak juga orang-orang miskin, Dalam kehidupan
sehari-hari Aku selalu main kelompok miskin yaitu para pedagang minyak
kelapa yang suka keliling kampung menjajakan dagangannya, setiap malam bila senggang main gapleh tidak pernah
ketinggalan, disitu tinggal Mang Oha ( alm ) kang ii, mang Empud tukang
solder dan kang Momon, yang terakhir
yaitu kang momon akhirnya menjadi
kakak ipar karena nikah dengan dengan
kakaknya rosi, dalam pergaulan sehari aku senantiasa diharudum sarung (
menggunakan kain sarung ditutupkan kebadan ), dan itulah rata-rata penampilan
pemuda Majalaya di waktu malam.
Selepas tamat
STM pada tahun 1973, aku sudah coba ngelamar kemana-mana bila ada uang hanya
untuk beli perangko untuk kirim lamaran
kerja lewat Pos, kala itu internet belum ada, pernah suatu waktu aku jalan dari
menulusuri kantor-kantor di Bandung, diantaranya yang pernah ku masuki PJKA ( PT KAI ), PT Propelad,DLLAJR di jl
Sukabumi No 1, aku berharap masuk ke perusahaan yang dapat menjamin masa
depanku dengan baik, itulah harapanku,
bila siang aku puasa dan bila datang malam aku bangun malam memohon kemurahan
Allah swt, agar dapat merubah nasibku, sehingga jatuh ke sebuah tekad dalam
hati, aku tidak akan berhenti mengaji yasin setiap malam sampai Allah swt
mengabulkan permohonanku untuk mendapat pekerjaan yang layak.
Pada masa-masa
ini jiwaku labil terkadang timbul pikiran yang bukan-bukan, seakan-akan hanya
aku orang yang paling menderita, subhanallah………ampuni dosaku yaa Allah
Pada saat dalam
masa penantian yang begitu panjang, bayangkan 1973 aku lepas STM tahun 1976
September mulai ada panggilan
kerja dari Perumtel pada waktu namanya, tes pertama tidak lulus test kedua baru
lulus dan pada saat itu konon katanya 1500 orang yang di ambil hanya 52 orang
itupun hanya untuk tenaga Juru Teknik dengan golongan 1C1 pangkatnya JRTK aku
di didik di Pusdiklat gegerkalong selama enam bulan dengan pembinaan mental di
Pusdikhub AD Cimahi selama 1 bulan,
kira-kira 1 Juni 1977 aku dan
kawan-kawan di tempatkan di Jakarta Raya
sebanyak 52 orang, aku sendiri pada saat itu dapat tugas di Sentral
Telepon Otomat ( STO ) Jakarta Kota 1 Jl
Roa Malaka No 1 Jakarta Kota, di
belakangnya kantor jl Telepon, Jl Pasar Pagi Jl Jelakeng, gg Burung Gg Mocui
Gang Chaiho…dll itulah sebagai kenang-kenangan mulai bekerja di Kota Tua
Jakarta kemudian aku dan kawan-kawan ( Pepen,Junaedi,Aceng kurniadi dan aku
sendiri ) kost di kakaknya Aceng di
Mangga Dua Selatan perumahan PJKA no 4, rumahnya Pak Wiyono dan Ceu Cicih
sebagai istrinya sekali gus sebagai kakaknya Aceng Kurniadi yang orang Bandung,
sunda Tulen tapi mereka sesaudara semua penganut Nasrani gereja Kerasulan
Baru, kos di sana kira-kira tahun 1978
aku pindah kost di Tnjung Priok Jl Donggala Jakara Utara, .......bersambung
Sae atuh kang
BalasHapusNaon anu sae
HapusEta kang
BalasHapusSok atuh
BalasHapus